Jakarta - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menerima penyerahan sejumlah naskah kuno hasil proses repatriasi dari Selandia Baru. Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, memberikan tiga arahan strategis terkait penanganan naskah-naskah berharga tersebut. Arahan ini mencakup inventarisasi dan pendataan yang komprehensif, proses digitalisasi untuk preservasi, serta upaya publikasi agar koleksi dapat diakses dan dipelajari oleh masyarakat luas.
Momentum kembalinya naskah kuno ini merupakan bagian dari diplomasi budaya Indonesia yang aktif menjalin kerja sama dengan berbagai negara. Proses repatriasi yang memakan waktu dan melibatkan koordinasi kompleks ini akhirnya berbuah manis dengan tiba fisik naskah-naskah tersebut di tanah air. Keberhasilan ini meneguhkan komitmen pemerintah Indonesia melalui Perpusnas untuk terus melacak dan mengembalikan benda-benda cagar budaya, khususnya manuskrip, yang berada di luar negeri.
Arahan pertama yang ditegaskan Kepala Perpusnas adalah pelaksanaan inventarisasi dan pendataan yang sangat teliti. Tim ahli dari Perpusnas akan melakukan identifikasi mendalam terhadap setiap naskah, mencakup aspek fisik, usia, jenis aksara, bahasa, serta kandungan isi. Proses ini sangat krusial untuk menentukan kondisi naskah, tingkat kerusakan, dan langkah konservasi yang diperlukan selanjutnya, sekaligus menyusun katalog ilmiah yang akurat.
Langkah kedua adalah digitalisasi seluruh naskah yang telah direpatriasi. Digitalisasi merupakan metode preservasi modern yang memungkinkan naskah kuno terhindar dari kerusakan fisik akibat seringnya penanganan. Dengan didigitalisasi, konten ilmu pengetahuan dan kearifan lokal dalam naskah tersebut akan terabadikan secara digital. Hasil digitalisasi ini nantinya akan menjadi sumber pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pendidikan, dan pengembangan kebudayaan.
Arahan ketiga, dan tidak kalah pentingnya, adalah publikasi dan diseminasi. Perpusnas berkomitmen untuk tidak menyimpan naskah-naskah ini hanya di dalam ruang penyimpanan khusus. Melalui publikasi, baik dalam bentuk katalog tercetak, artikel ilmiah, maupun pameran virtual, masyarakat Indonesia dan dunia dapat mengakses dan mempelajari kekayaan intelektual yang terkandung di dalamnya. Langkah ini sejalan dengan visi Perpusnas sebagai pembangun literasi bangsa.
Keberadaan naskah kuno memiliki nilai yang tak ternilai, bukan hanya sebagai benda antik, tetapi sebagai rekaman peradaban. Setiap naskah menyimpan pemikiran, sastra, sejarah, hukum, atau pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia di masa lalu. Repatriasi dan pelestariannya berarti menyelamatkan memori kolektif dan identitas bangsa dari kepunahan, serta memperkuat dasar historis bagi pembangunan karakter bangsa ke depan.
Implementasi ketiga arahan ini memerlukan sumber daya yang memadai, baik tenaga ahli konservator, filolog, maupun teknologi pendukung. Perpusnas didorong untuk terus memperkuat kapasitas internal dan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi serta lembaga penelitian lain. Sinergi ini penting untuk memastikan bahwa naskah kuno hasil repatriasi ditangani secara profesional dan memberikan manfaat seluas-luasnya.
Dengan langkah-langkah sistematis ini, Perpusnas menunjukkan komitmennya sebagai garda depan pelestarian warisan dokumenter Indonesia. Repatriasi naskah dari Selandia Baru bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal dari tanggung jawab besar untuk mengelola, mempelajari, dan mewariskan khazanah intelektual nenek moyang kepada generasi penerus bangsa. Upaya ini menjadi kontribusi nyata bagi penguatan jati diri Indonesia di tengah percaturan global.