Pemerintah Kota Surabaya Menerapkan Sanksi Nonaktif Terhadap NIK-BPJS Kesehatan Bagi Pasien TBC Yang Tidak Mematuhi Pengobatan

Rabu, 30 Apr 2025

Pemerintah Kota Surabaya menerapkan sanksi berupa penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan BPJS Kesehatan bagi pasien TBC yang tidak menjalani pengobatan. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengingatkan agar pasien rutin berobat di fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah kota. Penonaktifan KTP ini bertujuan untuk mencegah penularan TBC kepada orang lain. "Jika sudah mengetahui sakit namun enggan diobati, itu berarti tidak menjaga kesehatan diri sendiri. Penderita TBC yang tidak diobati dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Kami memiliki data tersebut, sehingga jika ada warga Surabaya yang sakit dan menolak untuk diobati, KTP-nya akan kami bekukan," ujarnya pada Senin (28/4/2025). Ia juga mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 seharusnya menjadi pelajaran bagi semua warga untuk menjaga diri agar tidak merugikan orang lain. "Kita harus menjaga diri, tetapi juga tidak merugikan orang lain. Selama pandemi Covid-19, banyak yang menggunakan masker untuk mencegah penularan. Namun sekarang, jika seseorang sudah sakit dan tidak mau diobati, tetapi tetap beraktivitas, itu akan membahayakan warga Surabaya lainnya," tambahnya. NIK dan BPJS Kesehatan akan diaktifkan kembali setelah pasien bersedia melanjutkan pengobatan rutin. "Ya, NIK dan BPJS akan dihentikan, termasuk semua kegiatan administrasi kependudukan, karena itu membahayakan masyarakat. NIK dan BPJS hanya akan aktif kembali ketika pasien mau berobat. Jika tidak mau berobat dan menularkan kepada orang lain, itu akan menjadi masalah," jelasnya. Pemberlakuan sanksi ini berdasarkan Peraturan Wali Kota Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC di Kota Surabaya, yang bertujuan untuk mempercepat eliminasi TBC di Kota Surabaya pada tahun 2030, serta memastikan masyarakat mendapatkan hak kesehatan melalui skrining TBC, baik di fasilitas kesehatan maupun secara mandiri, serta pelayanan sesuai standar untuk menurunkan angka putus berobat.

Nanik Sukristina, Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, menyatakan bahwa pasien yang menderita TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resisten Obat (RO) yang tidak hadir selama satu minggu tanpa pemberitahuan dan terindikasi drop out atau menolak pengobatan, akan mendapatkan stiker bertuliskan 'Mangkir Pengobatan' yang ditempel di rumah mereka. Dalam pelaksanaan ini, Pemerintah Kota Surabaya akan membentuk tim Hexahelix yang terdiri dari perwakilan kecamatan, kelurahan, puskesmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Satgas TBC, Kader Surabaya Hebat (KSH), serta pendidik sebaya. Mekanisme yang diterapkan meliputi satu kali kunjungan rumah oleh puskesmas dan dua kali kunjungan oleh Tim Hexahelix untuk memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai sanksi administratif. Apabila intervensi telah dilakukan sebanyak tiga kali tanpa adanya perubahan, maka stiker 'Mangkir Pengobatan' akan dipasang di rumah pasien. Selain itu, penonaktifan NIK dan BPJS akan dilakukan jika pasien TBC SO dan TBC RO menolak untuk ditempel stiker 'Menolak Pengobatan' dan tidak bersedia menandatangani surat pernyataan. Pasien yang telah menandatangani penolakan pengobatan akan dipasang stiker penolakan, sedangkan bagi pasien yang menolak menandatangani, akan dibuat berita acara penolakan dan mereka harus menandatangani surat pernyataan menolak pengobatan TBC. Jika pasien tidak kembali untuk melanjutkan pengobatan, maka akan masuk ke proses penonaktifan KK dan BPJS Kesehatan. Aturan ini berlaku tidak hanya untuk warga Surabaya, tetapi juga bagi pendatang dari luar kota.

Sesuai dengan Perwali nomor 117 Pasal 1 ayat 19, Pasal 9, dan 25 huruf f, pemohon yang pindah dari luar Kota Surabaya diwajibkan untuk menjalani skrining TBC di puskesmas setempat. Setelah pengajuan pindah diterima melalui aplikasi Klampid New Generation, pemohon harus melanjutkan dengan skrining TBC di puskesmas. Hasil skrining tersebut menjadi syarat untuk pengambilan KTP. Jika hasil skrining menunjukkan adanya tanda dan gejala TBC, maka penanganan TBC harus dilakukan sesuai dengan standar di fasilitas kesehatan. Eddy Christijanto, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, menjelaskan bahwa penduduk yang pindah dari luar kota ke Surabaya diwajibkan untuk mengikuti skrining TBC setelah mengurus Kartu Keluarga (KK). KTP baru akan diterbitkan setelah hasil skrining dinyatakan negatif terhadap indikasi TBC. Apabila hasil skrining menunjukkan gejala TBC dan pemohon bersedia untuk menjalani pengobatan, KTP tetap akan diterbitkan. Namun, jika pemohon terdiagnosis TBC dan menolak untuk mengikuti program pengobatan yang disediakan oleh pemerintah kota, maka KTP tidak akan diterbitkan. Hasil skrining TBC harus dilampirkan saat mengajukan permohonan pencetakan KTP. Proses penonaktifan KTP ini dilakukan secara sistematis, karena kewenangan terkait TBC berada di Dinas Kesehatan, termasuk puskesmas, yang akan melaporkan data kependudukan pasien kepada kami dan akan tercatat dalam data kami.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.