Sumatera Utara - Kepolisian Daerah Sumatera Utara mengambil tindakan tegas dengan menyegel lima lokasi yang diduga menjadi tempat aktivitas pembalakan liar atau illegal logging. Lokasi-lokasi ini diduga kuat berkontribusi pada bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda beberapa wilayah di provinsi tersebut. Penyegelan ini merupakan bagian dari upaya penyelidikan mendalam untuk mengungkap keterkaitan antara kerusakan lingkungan dan bencana alam yang terjadi.
Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol. Agung Setya Imam Effendi, menjelaskan bahwa kelima lokasi tersebut tersebar di kawasan hutan yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal. Penyegelan dilakukan setelah tim gabungan dari Direktorat Reskrimsus Polda dan Direktorat Polisi Kehutanan melakukan pencarian dan pemeriksaan di lapangan. "Kami telah mengamankan titik-titik yang diduga menjadi sumber penebangan kayu ilegal yang kemudian terhanyut dan memperparah banjir," ujarnya.
Tindakan penyegelan ini didasari oleh temuan awal di lapangan pascabencana. Ribuan batang kayu gelondongan yang terbawa arus banjir diduga berasal dari aktivitas penebangan liar di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Kayu-kayu tersebut kemudian menyumbat aliran sungai, menyebabkan luapan air yang masif ke pemukiman warga. "Ada indikasi kuat bahwa praktik illegal logging ini telah berlangsung lama dan mengabaikan kaidah konservasi lingkungan," tambah Agung.
Proses penyelidikan kini difokuskan pada identifikasi para pelaku di balik praktik pembalakan liar tersebut. Polisi sedang melacak pemodal, pelaksana lapangan, hingga jaringan penadah dan pengangkut kayu ilegal. Penyegelan lokasi diharapkan dapat mengamankan barang bukti dan mencegah penghilangan jejak oleh para tersangka. "Kami akan berusaha menangkap semua pihak yang terlibat, tidak peduli siapa mereka," tegas Kapolda.
Selain penyegelan, tim gabungan juga melakukan pendataan terhadap kayu-kayu gelondongan yang sudah berhasil diamankan dari aliran sungai dan lokasi banjir. Pendataan ini mencakup pengukuran volume, identifikasi jenis kayu, dan pencocokan dengan kemungkinan sumber penebangannya. Data tersebut akan menjadi alat bukti yang penting dalam proses hukum nantinya.
Pemerintah daerah setempat menyambut baik langkah progresif yang diambil oleh kepolisian. Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, mengaku telah lama mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan di kawasan hutan. "Kami berharap tindakan tegas dari kepolisian ini dapat menjadi efek jera dan mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem dan pengendali tata air," ucap Dolly.
Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara mendesak agar penyelidikan tidak berhenti pada pelaku lapangan saja. Mereka meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki kemungkinan adanya keterlibatan oknum tertentu yang memberikan perlindungan atau mempermudah izin-izin yang tidak sesuai aturan. "Pembalakan liar skala seperti ini mustahil terjadi tanpa ada mata yang tutup dan tangan yang dibayar," kata salah satu aktivis.
Penyegelan lima lokasi pembalakan liar ini diharapkan menjadi langkah awal yang konkret dalam upaya penegakan hukum lingkungan pascabencana. Masyarakat pun berharap agar tindakan ini diikuti dengan proses hukum yang adil dan transparan, serta upaya restorasi ekosistem hutan yang rusak agar bencana serupa tidak terulang di masa depan