ANTARA/HO-UPH

Sistem Pendidikan Sains Harus Mengalami Perubahan Yang Mendasar

Selasa, 27 Mei 2025

Anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen) Stephanie Riady menyatakan bahwa sistem pendidikan sains perlu mengalami perubahan mendasar agar lebih relevan dengan kehidupan siswa.

"Sains sejatinya merupakan suatu cara berpikir, yaitu bagaimana cara melihat masalah, merumuskan solusi, dan mengubah pengetahuan menjadi tindakan," ungkap Stephanie dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, pada hari Selasa.

Pembelajaran sains dan matematika di Indonesia masih sering terjebak dalam pendekatan lama seperti menghafal rumus, ujian pilihan ganda, dan kurangnya praktik di kelas.

Padahal, menurutnya, pendidikan berbasis STEM bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan yang mendesak. Hal ini disebabkan oleh tuntutan dunia saat ini yang mengharuskan generasi muda untuk berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif.

Selama ini, banyak siswa merasa tidak akrab dengan pelajaran STEM karena pendekatan pembelajarannya kurang relevan. Namun, bidang ini memiliki potensi besar dalam membentuk pola pikir logis dan kreatif, yang sangat diperlukan di era kecerdasan buatan saat ini.

Negara-negara seperti Korea Selatan dan Finlandia telah membuktikan dampak positif dari investasi jangka panjang dalam pendidikan STEM. Korea Selatan, misalnya, telah menjadikan STEM sebagai prioritas sejak tahun 1960-an dan kini menjadi salah satu negara dengan ekonomi berbasis teknologi tinggi. Finlandia juga dikenal luas dengan sistem pendidikan inovatif yang menekankan kreativitas dan pembelajaran lintas disiplin.

Data dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-71 dari 80 negara dalam literasi sains. Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun anak-anak Indonesia bersekolah, mereka belum sepenuhnya diajarkan cara berpikir ilmiah.

Sementara itu, laporan Fixing the Foundation dari Bank Dunia mengungkapkan bahwa banyak program pelatihan guru di negara berpenghasilan menengah, termasuk Indonesia, belum dirancang secara efektif, terutama dalam hal penguasaan konten dan metodologi pengajaran.

"Vietnam dapat dijadikan contoh yang menginspirasi. Sejak 2010, mereka telah mereformasi kurikulum dengan pendekatan berbasis proyek. Akibatnya, kinerja siswa mereka kini setara dengan negara-negara maju. Malaysia juga terus mendorong partisipasi siswa dalam jalur STEM melalui pelatihan guru, insentif untuk sekolah, dan kemitraan dengan industri," tambahnya.

"Indonesia, menurut Stephanie, sebenarnya memiliki potensi besar dalam pengembangan pendidikan sains dan teknologi. Berbagai inisiatif seperti pelatihan robotik di Yogyakarta, kompetisi inovasi di Jakarta, serta pengembangan alat berbasis internet of things (IoT) oleh mahasiswa di Surabaya menunjukkan bahwa ekosistem inovasi mulai berkembang dan layak untuk diapresiasi.

Namun, potensi tersebut perlu diperkuat melalui sistem pendidikan yang mendukung dan kebijakan yang tepat. Inisiatif semacam ini harus diperluas dan diintegrasikan dengan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari sekolah dan guru, hingga pemerintah dan sektor swasta."


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.