Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang dikenal sebagai BPJS Kesehatan, memberikan jaminan atas berbagai pelayanan kesehatan bagi peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), termasuk dalam situasi gawat darurat. Namun, terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan tindakan kegawatdaruratan bagi peserta. Sesuai dengan peraturan yang ada, BPJS Kesehatan hanya akan menanggung biaya perawatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) jika kondisi pasien memenuhi kriteria kegawatdaruratan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018 mengenai Pelayanan Kegawatdaruratan, keadaan gawat darurat didefinisikan sebagai situasi klinis yang memerlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya kecacatan. Merujuk pada Panduan Layanan Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan kesehatan yang harus diberikan dengan segera kepada pasien untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan sesuai dengan kapasitas fasilitas kesehatan. Penetapan tindakan kegawatdaruratan dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Kriteria gawat darurat yang dimaksud mencakup: Mengancam nyawa, membahayakan diri sendiri dan orang lain, atau lingkungan sekitar. Adanya gangguan pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Adanya penurunan kesadaran. Adanya gangguan hemodinamik atau dinamika aliran darah. Memerlukan tindakan segera. Sesuai dengan prosedur, umumnya peserta BPJS Kesehatan yang ingin berobat harus mengunjungi fasilitas kesehatan tingkat pertama. Namun, peserta BPJS Kesehatan dapat menerima perawatan di unit gawat darurat rumah sakit atau fasilitas kesehatan tanpa perlu mencari rujukan ke fasilitas kesehatan pertama. Akan tetapi, terdapat kondisi-kondisi tertentu yang disebut gawat darurat dan dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
404
Target Pencapaian Cakupan Skrining Kesehatan Jiwa pada Tahun 2025
5 Situasi Darurat yang Dicover oleh BPJS Kesehatan