Menurut ITAGI, imunisasi ganda aman dan memberikan perlindungan ganda pada anak. Pelayanan imunisasi yang efisien ini memberikan manfaat yang sangat baik karena anak akan terlindungi dari beberapa PD3I dalam satu kali kunjungan.
Dr. Prima Yosephine, M.K.M, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, menjelaskan bahwa imunisasi ganda telah diterapkan di lebih dari 160 negara, bukan hanya di Indonesia.
Prima menegaskan bahwa imunisasi ganda tidak menyebabkan kematian. Jutaan vaksin telah diberikan melalui imunisasi ganda di seluruh dunia.
Secara nasional, Indonesia telah menerapkan imunisasi ganda sejak tahun 2017, dimana imunisasi DPT-HB-Hib-3 diberikan bersamaan dengan imunisasi polio suntik Inactivated Poliovirus Vaccine/IPV pada bayi usia 4 bulan. Di samping itu, imunisasi ganda juga diberikan pada imunisasi lanjutan, yaitu imunisasi campak rubella-2 dan DPT-HB-Hib-4 pada anak usia 18 bulan. Vaksin DPT-HB-HiB digunakan untuk mencegah 6 penyakit berbahaya, seperti difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia, dan meningitis yang disebabkan oleh infeksi kuman Hib. Menurut Prima, kasus kematian setelah imunisasi sangat jarang terjadi. Jika terjadi, semua kasus tersebut harus diselidiki secara detail dan menyeluruh untuk mengetahui hubungan sebab akibatnya.
Hingga saat ini data menunjukkan, mayoritas kasus-kasus tersebut adalah kejadian koinsidental– Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur,” demikian disampaikan.
Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.Trop.Paed juga menegaskan, imunisasi tidak dapat menyebabkan kematian dan direkomendasikan sejak tahun 2003.
“Hampir semua vaksin dapat diberikan secara ganda. Pemberian lebih dari 3 jenis antigen tidak akan menyebabkan kematian,” tegasnya.
“Kombinasi apapun secara umum tepat untuk dilakukan. Efek yang timbul umumnya ringan, berlangsung singkat dan sembuh dengan atau tanpa pengobatan.”
Terkait efek imunisasi yang berkaitan dengan kematian, Prof. Hindra menyebut terdapat kondisi KIPI berat yang dinamakan syok anafilaktik. Reaksi anafilaktik akibat vaksinasi sangat jarang terjadi.
KIPI berat, seperti kecacatan, syok anafilaktik, dan alergi, menunjukkan gejala yang parah dan biasanya tidak berlangsung lama. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat. Menurut Prima, syok anafilaktik setelah imunisasi sangat jarang terjadi. Mayoritas kasus anafilaktik dapat menyebabkan kematian segera setelah pemberian imunisasi, biasanya dalam 30 menit pertama. Namun, hal ini tetap harus dibuktikan melalui investigasi dan kajian kausalitas yang mendalam atau menyeluruh.
Pemberian vaksin lebih dari satu jenis tidak berisiko menyebabkan kematian
Direktur Pengelolaan Imunisasi Prima Yosephine menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan dalam persyaratan kesehatan antara pemberian imunisasi dengan satu atau lebih antigen.
"Imunisasi dapat diberikan kepada anak yang sehat, tidak sedang mengalami penyakit berat, dan tidak dalam kondisi imunokompromais/imunodefisiensi. Tenaga kesehatan akan melakukan skrining kesehatan terlebih dahulu pada semua bayi dan anak sebelum memberikan imunisasi," jelasnya.
"Jika ada anak yang sedang sakit, maka anak tersebut akan dirujuk ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut."
Setelah menerima imunisasi, bayi atau anak diminta untuk menunggu selama 30 menit untuk dipantau kemungkinan terjadinya KIPI.
Petugas memberikan penjelasan tentang cara mengatasi KIPI yang mungkin timbul setelah bayi atau anak pulang, dan disarankan untuk segera melaporkan kepada petugas Kesehatan terdekat jika ada KIPI yang muncul," kata Prima.
Sejalan dengan Prima, Ketua Komnas KIPI Prof. Hindra Irawan Satari mengatakan, syarat untuk menerima suntikan ganda adalah anak harus dalam keadaan sehat. Pemantauan KIPI bisa dilakukan oleh orangtua.
"Anak yang dalam keadaan sehat bisa mendapatkan imunisasi ganda. Pemantauan KIPI yang parah bisa diketahui dalam 30 menit pertama, sementara pemantauan selanjutnya dilakukan oleh orangtua setelah mendapat penjelasan dari petugas kesehatan yang memberikan vaksin," ujarnya.
"Orangtua juga perlu diberitahu mengenai tanda bahaya (gejala KIPI) agar mereka bisa segera membawa anak ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan."
Panduan Pemberian Vaksin Ganda
Pelaksanaan imunisasi ganda dapat dilakukan di berbagai fasilitas kesehatan seperti klinik, rumah sakit, Puskesmas, dan posyandu. Berikut adalah panduan pelaksanaan imunisasi ganda di fasilitas kesehatan sesuai informasi Kemenkes RI:
1. Persiapan Ruang Penyuntikan
Pastikan ruang atau area penyuntikan bersih. Hanya vaksinator (pemberi suntikan), anak, dan pendamping (orangtua atau pengasuh) yang hadir.
2. Lakukan Konseling
Berikan penjelasan mengenai manfaat imunisasi dan kemungkinan KIPI seperti demam atau nyeri yang merupakan reaksi normal setelah penyuntikan. Jelaskan langkah yang harus diambil oleh orangtua jika terjadi reaksi dan sarankan untuk segera menghubungi dokter atau bidan jika keluhan tidak membaik setelah 2-3 hari.
3. Lokasi Penyuntikan
Apabila anak sudah bisa berjalan, sebaiknya penyuntikan dilakukan di lengan. Namun, pada bayi berusia 2 bulan ke atas, penyuntikan biasanya dilakukan di paha sebelah kanan dan kiri untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan.
Biasanya, lokasi penyuntikan pertama masih terasa nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri yang berlebihan, penyuntikan kedua dilakukan di paha yang berbeda. Namun, atas rekomendasi dokter atau petugas kesehatan, penyuntikan kedua juga dapat dilakukan di lokasi yang sama dengan jarak sekitar 2,5 sentimeter.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id.