Resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) merupakan ancaman serius bagi kesehatan di seluruh dunia. Keadaan ini menyebabkan semakin banyak kuman super yang tidak lagi rentan terhadap antibiotik yang ada saat ini. Menurut WHO.int, AMR terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan seiring waktu dan tidak lagi merespon pengobatan, sehingga infeksi sulit diobati. Dampaknya adalah penyebaran penyakit yang lebih mudah, penyakit yang semakin parah, dan meningkatnya angka kematian. Terdapat berbagai jenis penyakit atau gangguan medis yang sangat bergantung pada antibiotik untuk melawan infeksi, seperti penggantian sendi, transplantasi organ, terapi kanker, serta penyakit kronis seperti diabetes, asma, dan artritis rheumatoid. Infeksi yang disebabkan oleh AMR juga memerlukan pengobatan tingkat kedua dan ketiga, yang dapat menyebabkan efek samping serius seperti kegagalan organ dan perawatan yang lebih lama. Para pakar memperkirakan bahwa resistensi antimikroba pada 33 bakteri dapat menyebabkan 7,7 juta kematian setiap tahun. Jumlah ini lebih tinggi daripada kematian akibat Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa AMR merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak untuk diselesaikan. Tanpa intervensi, AMR dapat menyebabkan 10 juta kematian setiap tahun. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar antibiotik bekerja dengan cara mengikat dan menghentikan fungsi ribosom bakteri. Ribosom ini merupakan mesin molekuler yang bertanggung jawab dalam pembentukan protein yang diperlukan oleh sel bakteri. Dalam beberapa dekade terakhir, bakteri telah mengalami evolusi dengan berbagai mekanisme untuk menghindari serangan antibiotik terhadap ribosom mereka. Mereka bahkan telah mengembangkan mekanisme untuk mencegah ikatan antibiotik. Para ilmuwan di berbagai belahan dunia terus berupaya mencari generasi baru antibiotik guna melawan kuman super. Para peneliti telah menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menemukan potensi sumber antibiotik baru dari alam. Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Cell, tim internasional yang dipimpin oleh ahli biologi Luis Pedro Coelho berhasil mengidentifikasi lebih dari 800.000 peptida antimikroba, molekul kecil yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba menular. Beberapa peptida tersebut telah terbukti efektif dalam mengatasi infeksi dan mengurangi jumlah bakteri saat diuji pada mencit di laboratorium. Dalam uji praklinis pada tikus yang terinfeksi, pengobatan dengan peptida ini menunjukkan hasil yang mirip dengan antibiotik polimiksin B. Penelitian lain yang dilakukan oleh tim dari Universitas Harvard berhasil mengembangkan komponen sintetik yang disebut cresomycin, yang meniru cara kerja antibiotik generasi lama dalam mengikat ribosom bakteri. Antibiotik baru ini telah terbukti efektif dalam mengatasi infeksi AMR saat diuji pada mencit. Selanjutnya, tim akan melanjutkan dengan uji klinis untuk menilai keamanan dan efektivitas obat ini pada manusia. Seluruh dunia menantikan apakah para ilmuwan akan segera mengembangkan antibiotik baru untuk melawan kuman super.
404
Tujuh perawatan gigi ini ditanggung oleh BPJS Kesehatan secara gratis
BPJS Kesehatan Menjamin Biaya Operasi Sesar Melalui JKN