Kemendikbudristek menyoroti beberapa tantangan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, di antaranya adalah kemampuan guru dalam menghadapi siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam Webinar Pendidikan Inklusif, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek, Aswin Wihdiyanto, mengungkapkan kesadaran akan pentingnya dukungan, proses, dan kesiapan pendidik dalam menghadapi peserta didik berkebutuhan khusus, terutama di satuan-satuan pendidikan reguler. Aswin menjelaskan bahwa pihaknya, termasuk pemerintah pusat dan daerah, telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dalam hal tersebut. Salah satu upaya terbaru adalah pelatihan Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek dalam bentuk modul tingkat dasar. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada pendidik agar dapat mengaplikasikan materi tersebut dalam pembelajaran bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Aswin juga menyebut bahwa modul pelatihan tersebut telah tersedia di Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan dapat diakses oleh para guru di semua tingkatan satuan pendidikan, kapan pun dan di mana pun. "Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada guru mengenai pentingnya menghargai keragaman peserta didik," ujar Aswin. Berdasarkan data Kemendikbudristek, sekitar 154.000 guru telah mengakses modul tingkat dasar Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif. Selain itu, 29.653 guru juga telah mengunggah Aksi Nyata. Aksi Nyata merujuk pada praktik yang menunjukkan pemahaman guru terhadap topik pelatihan yang mereka pelajari. "Indikasi ini menunjukkan kepedulian positif dari para pendidik kita terhadap cara mengajar dalam konteks keberagaman," tambah Aswin. Sebagai informasi tambahan, Komisioner Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan pemenuhan hak pendidikan bagi anak-anak disabilitas. Hal ini disebabkan oleh masih adanya kasus pelanggaran hak disabilitas di lembaga pendidikan. Sebagai contoh, baru-baru ini terdapat kasus seorang peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tuna rungu yang diminta untuk melepas alat bantu dengar saat mengikuti tes karena dianggap melakukan kecurangan. Pentingnya mendukung pemenuhan hak pendidikan, menurut Aris, adalah dengan memastikan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan yang inklusif, serta guru dan tenaga kependidikan yang kompeten dalam memberikan pendampingan inklusif. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
404
PANDANGAN: Mencegah Banjir Program di Tengah Retorika Pendidikan
Siswa SMP Tidak Mampu Membaca: Cermin Buruknya Pendidikan di Indonesia
BP3OKP mengawasi pelaksanaan pendidikan gratis di Kota Sorong